Omah Anggrek Sadengrejo Sukses Budidayakan Anggrek di Dataran Rendah

Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Juara, Desa Sadengrejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan sukses membudidayakan ratusan ribu pot anggrek.

Menariknya, anggrek yang dikembangkan kelompok tani ini, berhasil mekar dan berbunga indah meski ditanam di dataran rendah.

Ketua Bumdes Juara, Hudan Daldiri mengatakan, tanaman anggrek memang identik tumbuh di dataran tinggi.

“Asalkan pupuk, penyiraman hingga pencahayaan sinar matahari, berimbang, Insya Allah anggrek akan tumbuh dan berbunga sempurna,” ungkap Hudan saat ditemui di green house yang dikelolanya.

Saat ini, total ada 125 ribu plant anggrek yang dirawat di Omah Anggrek Sadengrejo dengan harga relatif terjangkau, mulai dari Rp 15 ribu sampai yang paling mahal bisa mencapai Rp 1,7 juta.

Menurut Hudan, seluruh anggrek ditempatkan di dua green house. Green House I berada di Dusun Sadeng dan Green House II di Desa Bantengan.

Sedangkan jenis anggrek yang dibudidaya di Omah Anggrek Sadengrejo adalah Dendrobium Twist Orchid atau anggrek keriting yang termasuk anggrek mini atau disebut novelty dengan jumlah dan prosentase yang mendominasi sampai 95%. Selain itu ada juga anggrek bulatan, vanda hybrid dan cattleya.

“Jenisnya dendrobium yang paling banyak kita buddidayakan. Yakni dendrobium keriting dan bulat, sisanya ada vanda dan cattleya,” singkatnya.

Dari sekian banyak anggrek dendrobium yang dimiliki, Hudan menegaskan bahwa dendrobium black pearl adalah yang paling favorit.

Selain impor, anggrek ini memiliki warna ungu kehitam-hitaman dan sangat disukai para kolektor anggrek.

Harganya pun cukup tinggi, yakni sebesar Rp 800 ribu per tanaman.

“Hari ini ada yang berbunga tapi kurang maksimal. Maka dari itu kita potong lagi dengan maksud supaya banyak tunas yang tumbuh, dan bunganya bisa tumbuh banyak dan sempurna,” ungkapnya.

Diakui Hudan, Omah Anggrek merupakan idenya bersama pemuda desa lain. Ia mencoba beranikan diri memaksimalkan potensi sumber daya manusia sekaligus lahan yang ada, agar lebih produktif.

Menurutnya, bertani anggrek merupakan pilihan hati untuk menunjukkan diri dan desa dengan lainnya.

“Setidaknya rangking desa naik. Saya mencoba untuk mengubah mindset pemuda, bahwa bertani lebih menguntungkan daripada bekerja ke pabrik. Karena kami melihat kebutuhan pasar anggrek di tingkat nasional sangat potensial,” imbuhnya.

Dari hasil budidaya anggrek tersebut, petani muda Sadengrejo merasa bersyukur, lantaran hasil budidaya anggrek bisa mendongkrak pendapatan desa.

Lebih tepatnya mampu menyumbang pundi-pundi rupiah yang dimasukkan sebagai PAD desa melalui Bumdes Omah Anggrek tersebut.

Hanya saja, dua tahun lalu, tepatnya mulai 2020-2022, anggrek-anggrek nya terkena virus dan bakteri, sehingga harus direpotting alias mengganti dengan media tanam yang baru. Yakni coco peat atau serabut kelapa.

“Dulu banyak sekali yang kena virus dan bakteri, tapi untungnya bisa diselamatkan, karena kita datangkan ahlinya dari Bromo supaya bisa tahu penyakitnya apa. Dan akhirnya harus direpotting,” terangnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *