Shufa 书法 atau Seni Kaligrafi Chinese adalah teknik menulis indah aksara Tiongkok dengan menggunakan media tulis yakni kuas, kertas, dan bak tinta.
Shufa merupakan salah satu kebudayaan bangsa Tiongkok yang tertua dalam sejarah peradaban manusia.
Kata dan kalimat yang terkandung dalam seni menulis indah karakter Hanzi atau aksara Tionghoa, sarat akan filosofi, doa, dan cerita rakyat.
Kaligrafi sama seperti lukisan, yang menjadi sarana menuangkan perasaan, pendapat, dan pandangan orang yang membuatnya terhadap kehidupan, alam, sosial, dan masyarakat.
Pelatihan Seni Kaligrafi Shufa dimentori oleh Boby Kristanto alias Chen Changhui (陈昶辉), diikuti 50 peserta, di Gedung Yayasan Bhakti Persatuan, tepat pukul 2 siang, Sabtu 8 Juni 2024.
Boby Chen seorang penulis Shufa yang karya karyanya pernah menyabet juara dunia, yakni pada acara The 3rd “Oriental Cup” Chinese Calligraphy Contest for the International Community, dihelat di Shenzhen tahun 2019.
Dalam kelas pelatihan tersebut, Boby Chen mengajarkan teknik dasar belajar menulis Shufa.
“Menulis Shufa itu yang bergerak adalah pergelangan tangannya harus luwes. Bukan kuasnya,” ujarnya sambil menunjukkan caranya kepada para peserta.
Boby Chen pun meminta pada awal, seluruh peserta menggunakan kertas koran untuk menggoreskan huruf dengan tinta bak. Karena kertas koran mirip kertas tisu yang bisa mblobor atau blobor (mengalir kemana mana) jika terkena air tinta.
Seluruh peserta mengikuti petunjuk Boby yang juga menjelaskan sedikit sejarah tentang Shufa.
Menurut sejarah, kaligrafi Tiongkok muncul pertama kali pada masa Dinasti Shang (1600 – 1046 SM). Kemudian berkembang masa Dinasti Han (206 SM – 220 M).
Pada masa perkembangannya, sebelum ada kertas, tulisan kaligrafi Tiongkok dituliskan di atas kain sutra, potongan bilah bambu, ukiran batu, di cangkang kura-kura, atau potongan tulang yang dikenal sebagai piktograf.
Adapun jenis-jenis gaya penulisan Shufa di antaranya; Gaya Segel/Gaya 篆書 zhuànshū, Gaya berlari/Gaya 草cǎoshū , Gaya regular/Gaya 楷 书kǎishū, Gaya pejabat/Gaya 隶书 lìshū dan Gaya berjalan/Gaya 行书 xíngshū, dilansir dari tionghoa.info.
Setiap gaya tersebut memiliki ciri-ciri yang unik.
Rasmono Sudarjo Sekjen PMTS mengakui belajar Shufa sangat menyenangkan, namun harus memahami caranya, karena tidak bisa sembarangan ditulis, ada pakemnya.
Rupanya para peserta pelatihan juga tertarik untuk melanjutkan belajar Shufa selanjutnya. Mereka meminta untuk diadakan kelas Shufa kembali.
Kelas Pelatihan Seni ini digelar secara gratis untuk muda mudi dan semua kalangan, diselenggarakan oleh Yayasan Bhakti Persatuan (YPB), Paguyuban Masyarakat Tionghoa Surabaya (PMTS), Perkumpulan Pengusaha Indonesia Tionghoa (Perpit), Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia (YHMCHI), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Surabaya Art Society dan Unimaxx Photography Community, dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jatim. (Red)