News

Antusias Masyarakat Nganjuk Saksikan Peristiwa Sejarah Boyong NataPraja dan Sedekah Bumi

Pemkab Nganjuk menggelar Boyong NataPraja dan Sedekah Bumi, merupakan sejarah perpindahan pusat Pemerintahan Kabupaten Nganjuk, di mana seluruh peserta mengenakan busana lurik, Kamis (06/06/2024) sore.

Boyong NataPraja adalah sejarah berdirinya Pemerintahan Kabupaten Nganjuk, di mana sebelumnya berada di Kecamatan Berbek, kemudian pindah di Kecamatan Nganjuk sebagai pusat pemerintahannya.

Proses pemindahan dari Berbek ke Nganjuk diiringi dengan gunungan hasil bumi sebagai tradisi Sedekah Bumi masyarakat Kota Angin.

Prosesi boyongan ditandai dengan penyerahan pusaka oleh Camat Berbek kepada Penjabat Bupati Nganjuk, Sri Handoko Taruna. Sebagai simbol beralihnya pusat kekuasaan dari Ibu Kota Berbek ke Kota Nganjuk.

Selanjutnya dua pusaka dari Pendopo Alun-alun Berbek diarak menuju Pendopo K.R.T Sosro Koesoemo Kota Nganjuk menggunakan Kereta Kuda diikuti oleh jajaran Forkopimda dan seluruh Perangkat Daerah Kabupaten Nganjuk.

Prosesi nampak meriah dengan kirab boyongan melibatkan semua Pejabat di Pemerintah Kabupaten Nganjuk hingga pengusaha dan tokoh masyarakat Nganjuk.

Mereka mengenakan pakaian lurik dan diarak menggunakan Dokar dari Berbek menuju Nganjuk.

Sri Handoko Taruna menyampaikan Boyong Natapraja bukan sekedar Kirab Kebudayaan biasa, Tapi menjadi momen untuk mempererat rasa persatuan dan kesatuan. Menyadarkan masyarakat akan kekayaan budaya bangsa, dan pentingnya menjaga tradisi untuk generasi penerus.

Boyong Natapraja atau hari boyongan perpindahan kedudukan pegawai dari Berbek ke Nganjuk, ungkap Sri Handoko, berlangung pada 6 Juni 1880 di era masa pemerintahan Bupati Raden Mas Adi Pati Sosro Koesoemo yang terjadi pada 144 tahun yang lalu.

“Menjadi bukti bahwa momen bersejarah ini akan terus menjadi pengingat kita bersama akan sejarah kebudayaan dan pembangunan di Kota Angin,” ujarnya.

Kabupaten Berbek ber Ibu Kota di Nganjuk terdiri dari lima wilayah kawedanan. Berbek, Nganjuk, Warujayeng, Lengkong dan Kertosono.

“Fakta Sejarah ini harus dimengerti, dikuasai sebagai ingatan kolektif terutama para pejabat pemerintahan di Nganjuk. Mari kita ingat pesan Bung Karno Jas Merah! jangan sekali-kali melupakan sejarah,” serunya, dilansir dari Kominfo.

Setibanya di Pendopo K.R.T Sosrokoesoemo, acara dilanjut dengan prosesi Treatikal. Dalam prosesi ini, para tamu undangan disuguhkan sejarah singkat Boyong Pemerintahan yang diperagakan mulai dari depan gerbang hingga masuk ke dalam Pendopo sebagai simbol perpindahan Kabupaten Nganjuk.

Di akhir acara, di Jalan Basuki Rahmad, 20 Gunungan hasil bumi diperebutkan warga yang hadir.

Perlu diketahui, dua pusaka yang diarak dari Berbek ke Nganjuk adalah Pusaka kyai Jurang Penatas dan kyai Tunggul (Wulung) sebagai pusaka andalan Nganjuk. Memiliki filosofi menghancurkan jurang pemisah, meratakan perbedaan yang ada.

Pusaka Tunggul (wulung) memiliki makna mengayomi dan melindungi. Seperti dalam pewayangan pusaka negara Amarta adalah songsong tunggul (wulung) yang dijaga para kesatria Pandawa. (Red)