Pada momen Iduldha, umat muslim melaksanakan kurban hewan, tentunya memilih yang baik. Prof Dr Ir Sri Hidanah MS Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan tips memilih hewan kurban.
Hewan kurban harus sehat dan tidak ada cacat fisik. Pastikan juga untuk mengamati kuku pada hewan kurban.
“Kukunya sebaiknya utuh. Hewan yang cacat bisa terlihat dari gerakan saat berjalan. Tidak boleh pincang dan harus benar-benar sehat,” katanya.
Prof Hidanah mengatakan bahwa ciri hewan kurban yang sakit biasanya nafsu makan menurun, tampak malas saat berjalan, dan adanya kelemahan pada bagian tubuh.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah pastikan hewan kurban tidak buta, tidak kurus, berjenis kelamin jantan, dan kotorannya tidak lembek.
“Pastikan dia jantan dan tidak dikebiri. Kalau sehat bisa terlihat dari kotoran yang teksturnya padat. Selain itu, nafsu makan baik, gerakan lincah, dan bulu bersih,” terangnya.
Pastikan juga umur hewan sudah cukup umur. Umur yang pas bagi kambing untuk dijadikan hewan kurban adalah lebih dari satu tahun.
Sedangkan sapi usianya lebih dari dua tahun. Untuk mengetahui umur hewan kurban ini dapat melalui struktur gigi yang hewan miliki.
“Jika sudah ada pergantian sepasang gigi tetap baik pada kambing atau sapi, ini menandakan mereka sudah cukup umur. Perbedaan gigi bisa terlihat dari bentuknya. Gigi yang sudah berganti biasanya ukurannya akan lebih besar dari pada sebelumnya,” jelasnya.
Selain itu, cacat pada telinga bisa jadi tidak cacat asal keadaannya tidak parah. Biasanya untuk menandai sapi maka sapi diberi anting. Anting ini membantu untuk mengetahui asal dan umur.
“Sapi yang sudah vaksin PMK juga bisa dilihat dari penanda di telinga. Telinganya memang terdapat lubang. Jadi itu tidak masuk kategori cacat,” tuturnya.
Selain Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ada penyakit lain yang saat ini menghampiri hewan kurban yaitu Lumpy Skin Disease (LSD).
Penyakit ini menimbulkan benjolan-benjolan kecil pada kulit karena virus. Tapi penyakit ini hanya menular dari hewan ke hewan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengaturnya dalam Fatwa MUI No. 34 Tahun 2023. Pada keterangan tersebut menjelaskan bahwa hewan yang terjangkit LSD dengan gejala klinis berat tidak boleh menjadi hewan kurban.
Gejala klinis berat pada LSD terlihat dari benjolan-benjolan yang komposisinya lebih dari 50 persen pada area tubuh.
“Jika ada benjolan yang pecah dan menjadi koreng, sebaiknya tidak jadi hewan kurban,” paparnya.
Saat membeli hewan kurban masyarakat juga harus teliti. Sebaiknya hewan kurban juga terdapat Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
“Biasanya, ada dokter hewan dan tim dari dinas setempat akan memeriksa kesiapan hewan sebelum jadi kurban sampai proses penyembelihan selesai,” pungkasnya. (Red)