Hari Buruh Internasional atau May Day diperingati setiap 1 Mei untuk menghargai kontribusi, pengorbanan dan memastikan hak hak pekerja di seluruh dunia terpenuhi.
Peristiwa kerusuhan Haymarket di Chicago tahun 1886, dimana para pekerja menggelar aksi menyampaikan tuntutan kepada pemerintah atas jam kerja dan upah yang tidak layak.
Mereka harus bekerja selama 12 jam/hari atau 60 jam/minggunya dengan upah yang tidak sebanding.
Apa yang diusahakan para buruh kala itu tak sia-sia. Jam kerja di beberapa negara telah mengalami perubahan.
Pada tahun 2021, jam kerja di Amerika Serikat berubah menjadi 6,75 jam/hari, Selandia Baru 6,73 jam/hari, dan Jepang 6,68 jam/hari.
Kebijakan jam kerja di Jepang juga termasuk mengharuskan liburan musiman, yang menjamin pekerja dapat menghabiskan waktu bersama keluarga mereka.
Indonesia pun mulai memberlakukan kebijakan terkait jam kerja yang tertuang dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 77 yang berisi: Bekerja 6 hari dalam seminggu dengan waktu kerja 7 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu dan bekerja 5 hari dalam seminggu dengan waktu kerja 8 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu.
Jabar berhasil mengimplementasikan kebijakan terkait jam kerja tersebut dengan angka di bawah 40 jam/minggu.
Kepala Diskominfo Provinsi Jabar Ika Mardiah menyampaikan per tahun 2020–2021, rata-rata buruh di Jabar bekerja selama 33,3 jam/minggu.
“Sebanyak 15,39 juta orang masih lebih banyak yang bekerja selama 35 jam/minggu. Namun, ada juga 650 ribu orang yang hanya bekerja 1–7 jam/minggu,” ujarnya.
Lebih lanjut, per tahun 2021, 69,41 persen dari penduduk yang bekerja di Jabar adalah pekerja penuh (minimal 35 jam/minggu), 21,79 persen adalah pekerja paruh waktu, dan 8,8 persen adalah setengah penganggur.
Hak-hak pekerja telah berkembang dengan baik. Mereka berhak mendapatkan waktu kerja dan istirahat yang layak. (Red)