Rentang tahun 2019-2021, perempuan yang bekerja mayoritas berada dalam kategori usia prima sebesar 64,09 persen. Sementara itu, perempuan usia muda yang bekerja berkisar antara 11,11 persen.

Melansir laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur dalam laporan Profil Angkatan Kerja Perempuan Provinsi Jawa Timur 2021 pada tanggal 4 Januari 2023, tercatat bahwa perempuan usia muda yang bekerja tersebut termasuk juga mereka yang sedang bersekolah namun juga bekerja.

“Sedangkan persentase perempuan usia tua yang bekerja mulai menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan dua tahun sebelumnya,” ujar Dadang.

Ia menerangkan, penduduk yang bekerja dapat dikategorikan menurut kelompok usia, hal ini untuk melihat kontribusi pekerja muda (15-24 tahun), pekerja prima (25-54 tahun) dan pekerja tua (55 tahun ke atas) dalam dunia pasar tenaga kerja.

Idealnya, sebagian besar penduduk yang bekerja dalam pasar tenaga kerja berusia prima.

“Adanya rasa tanggung jawab mencari nafkah untuk membantu ekonomi keluarga serta kebutuhan sosialisasi dan pengakuan dari masyarakat terkadang membuat penduduk usia muda dan tua ikut aktif bekerja,” pungkas Dadang.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur juga melaporkan Profil Angkatan Kerja Perempuan Provinsi Jawa Timur 2021 mencatat bahwa sebagian besar perempuan yang kegiatan utamanya mengurus rumah tangga berada pada rentang usia produktif, terutama pada kelompok usia 25 sampai 49 tahun.

Dadang Hardiwan menerangkan, paradigma yang masih berkembang di masyarakat bahwa mengurus rumah tangga termasuk membesarkan anak masih merupakan tugas utama perempuan, sehingga sebagian besar perempuan memutuskan untuk memilih tidak berpartisipasi aktif di pasar kerja dan memilih berada di rumah untuk mengurus keluarganya.

“Kondisi ini yang turut mempengaruhi tingginya persentase perempuan yang mengurus rumah tangga pada usia produktif,” ujar Dadang.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, sekitar 48,06 persen perempuan yang mengurus rumah tangga tersebut berpendidikan SD ke bawah, termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang tidak/belum pernah sekolah, tidak/belum tamat SD, atau tamat SD/sederajat.

Di sisi lain, kondisi ini merupakan tantangan tersendiri, terlebih di tengah berkembangnya pemikiran bahwa perempuan wajib mengenyam pendidikan tinggi agar bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.

“Pendidikan bagi perempuan bukan hanya dianggap sebagai jalan untuk berkesempatan bersaing dalam dunia kerja, tetapi juga cara untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya,” katanya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *