Sektor manufaktur Indonesia yang sejak September 2021 lalu berada pada zona ekspansi kembali menguat. Ini terlihat dari Purchasing Managers‘ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang mencapai 51,3 pada bulan Juli 2022 (Juni: 50,2).

Tren penguatan sektor manufaktur juga dialami oleh beberapa negara seperti Malaysia (50,6) dan Thailand (52,4). Sementara itu, terdapat negara yang masih mengalami perlambatan meskipun masih berada di zona ekspansi seperti Jepang (52,1), Vietnam (51,2), dan Filipina (50,8). Di sisi lain, negara seperti Korea Selatan (49,8) dan Taiwan (44,6) berada dalam zona kontraksi.

Tren positif manufaktur ini juga diikuti dengan pembukaan lapangan kerja yang mencapai rekor tercepatnya dalam 10 tahun terakhir.

Pemulihan domestik yang terus terjadi menjadi faktor utama dari kinerja positif manufaktur Indonesia. Hal ini sejalan dengan pengendalian pandemi Covid-19 yang semakin baik seiring terus terakselerasinya tingkat vaksinasi penuh. Intervensi melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang terus diperkuat diharapkan mampu terus menjaga momentum pemulihan ini.

“Selain itu, tekanan harga khususnya non-energi dunia yang mulai mereda secara gradual juga diharapkan terus menjadi faktor positif ke depannya“, ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI, Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya (02/08).

Stabilitas harga domestik terus menjadi perhatian seiring dengan tren inflasi yang meningkat pada Juli 2022 yang mencapai 4,94% (yoy) (Juni: 4,35%).

Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai dan bawang merah, bahan bakar rumah tangga nonsubsidi, serta tarif angkutan udara. Secara bulan ke bulan, inflasi juga meningkat mencapai 0,64% (Juni: 0,61%).

Namun demikian, Tingkat inflasi Indonesia secara keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Uni Eropa (angka estimasi resmi: 8,9%) (Juni: 8,6%).

Meskipun sedikit meningkat, inflasi inti masih terjaga pada level 2,86% (yoy) (Juni: 2,63%). Relatif terjaganya inflasi inti juga mencerminkan komitmen Bank Indonesia dalam mengendalikan ekspektasi inflasi di Indonesia.

Pada sisi lain, pergerakan komponen inflasi inti, baik jenis barang maupun jasa, menunjukkan menguatnya pemulihan daya beli dan permintaan masyarakat. Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) Juli 2022 meningkat menjadi 6,51% (Juni: 5,33%).

Sementara itu, inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) kembali meningkat signifikan mencapai 11,47% (Juni: 10,07%).

Inflasi pangan bulan ini disebabkan oleh gangguan suplai domestik pada produk hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, serta bawang merah akibat kondisi cuaca.

Di sisi lain, harga daging ayam menurun akibat melimpahnya stok pasca Idul Adha serta harga minyak goreng yang mengalami deflasi seiring melandainya harga Produk Sawit.

Dalam hal energi, tingginya harga khususnya minyak mentah mendorong penyesuaian beberapa harga energi domestik seperti BBM, elpiji non-subsidi, dan tarif listrik. Selain itu tekanan harga avtur dan pajak bandara juga masih mendorong kenaikan tarif angkutan udara.

Dengan perkembangan saat ini, laju inflasi akhir tahun diperkirakan masih relatif moderat, meskipun cenderung berada pada batas atas sasaran inflasi Pemerintah.

“Pemerintah dalam mengendalikan inflasi akan mengoptimalkan kebijakan kunci terutama menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai kebijakan subsidi, kompensasi, dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan.

Selain itu pemerintah akan terus menjaga momentum pemulihan dengan mengendalikan pandemi dan mendorong program PEN. Koordinasi dan kolaborasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) akan terus diperkuat untuk menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan masyarakat, termasuk keseimbangan distribusi pasokan antar wilayah“, tutup Febrio. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *