Bagi masyarakat Jawa, Lebaran ketupat dirayakan sepekan setelah Idul Fitri. Ketupat adalah pengganti nasi yang disajikan dengan sayur nangka, sambal goreng, dan opor ayam.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pada laman Instagramnya membawa sepiring ketupat dan menuliskan, ‘Ketupat dalam filosofi Jawa memiliki makna mendalam. Ketupat atau kupat merupakan singkatan dari kata “ngaKU lePAT” yang berarti mengakui kesalahan atau meminta maaf. Selamat Lebaran Kupat’.
Tradisi ‘bodo kupat’ atau lebaran kupat menjadi budaya masyarakat Jawa sejak zaman Sunan Kalijaga, abad ke-15 masa Kerajaan Demak. Ketupat menjadi menu utama disajikan di meja makan saat momen Lebaran.
Filosofi Ketupat
1. Ketupat atau Kupat:
Laku Papat = Empat Tindakan. Lebaran: usai puasa, pintu ampunan telah terbuka lebar. Luberan: luber, melimpah, ajaran bersedekah. Leburan: lebur, habis, saling memaafkan. Laburan: kapur, putih, bersikap menjaga kesucian lahir dan batin.
2. Ketupat dibungkus dengan janur Janur yang memiliki makna dari bahasa Arab “ja’a nur” yang berarti telah datang cahaya.
Bentuk fisik segi empat = simbol hati manusia. Ketika seseorang sudah mengakui kesalahan maka hatinya seperti ketupat yang dibelah, isinya putih bersih yang bermakna hati tanpa iri dan dengki karena hatinya sudah dibungkus cahaya.
3. Perbedaan warna janur pada anyaman ketupat bermakna sifat-sifat manusia yang berbeda-beda, namun dapat dieratkan dengan silaturahmi, seperti eratnya anyaman.
4. Butiran Beras.
Banyaknya butiran beras yang masuk ke dalam ketupat, menjadi makna kebersamaan dan kemakmuran.
5. Beras nafsu duniawi, janur = hati nurani.
Maknanya adalah agar sebagai manusia harus mampu menutupi nafsu duniawi dengan hati nurani.