Museum Sandi merupakan satu dari beberapa museum yang ada di Kota Yogyakarta. Berlokasi di Jalan Faridan M. Noto nomor 21 Kotabaru, Kemantren Gondokusuman, museum ini menyimpan berbagai benda bersejarah tentang ilmu kriptografi Indonesia.
Museum ini menjadi saksi sejarah mengenang jasa para pahlawan, terutama di dunia persandian dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Saat berkunjung ke Museum Sandi, pengunjung tidak dikenai biaya masuk alias gratis.
Para pengunjung akan didampingi edukator museum yang menjelaskan fungsi dan keberadaan koleksi di museum ini.
Museum Sandi diresmikan pada tahun 2008, dikutip dari buku milik Dinas Pariwisata Kota Yogya yang berjudul Jogja Museum Guide Book.
Berawal dari gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang berkeinginan untuk menempatkan koleksi persandian di Museum Perjuangan Yogyakarta, dibentuklah sebuah tim Pengisian Koleksi Persandian di Museum Perjuangan Yogyakarta.
Akhirnya, pada tanggal 29 Juli 2008, Museum Sandi diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Gubernur DIY, dan Kepala Lembaga Sandi Negara.
Meseum memiliki dua lantai dengan sembilan ruang display yang menyimpan berbagai benda bersejarah sejak masa perang kemerdekaan.
Ruangan di museum ini dikelompokkan menjadi beberapa bagian seperti ruang introduksi, ruang agresi militer I, ruang agresi militer II, ruang merdeka, ruang nusantara, ruang edukasi, ruang tokoh, dan ruang sandi global.
Di beberapa bagian ruangan menampilkan berbagai benda bersejarah dalam dunia persandian Indonesia, seperti buku sandi, sepeda onthel para kurir dan lain-lain.
Selain melihat mesin dan alat-alat sandi, pengunjung juga bisa belajar cara kerja sandi sederhana dari masa lampau. Misalnya Skytale yakni sandi berbentuk gulungan yang dipakai pada zaman Yunani Kuno.
Di museum ini juga disediakan komputer yang dapat digunakan untuk mengetahui informasi lebih lengkap mengenai ilmu kriptografi.
Museum buka pada hari Selasa hingga hari Minggu mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB, sedangkan hari Senin dan hari libur nasional, tutup.
Salah satu pengunjung yang telah mengunjungi Museum Sandi mengungkapkan sangat nyaman, informatif, rapi, dan berAC dingin saat berada di dalam ruangan museum.
Pengunjung tersebut mengatakan di dunia hanya ada 3 museum sandi atau Kriptografi yakni Amerika, Belanda dan Indonesia. Museum ini bercerita asal muasal kode sandi milik Indonesia yang tidak terbaca Belanda.
Penggunaan steganografi sebagai salah satu bentuk persandian pernah diceritakan oleh Herodotus pada saat mengisahkan upaya Histiaeus untuk mempengaruhi kondisi politik di Miletus, Yunani Kuno.
Saat itu, Histsaeus merasa tidak nyaman hidup dalam pengasingan di Susa. Dia ingin kembali ke Miletus dengan cara memancing pergolakan di lonia Histiaeus memiliki harapan besar bahwa jika timbul masalah di lonia, Raja Darius dari Persia akan mengirimnya ke lonia untuk meredakan pergolakan.
Demi memuluskan rencana ini, Histiaeus menyukur rambut pelayan yang paling setia dan menuliskan pesan rahasia di atas kulit kepalanya.
Pelayan itu baru diperintahkan melakukan perjalanan dari Susa ke Miletus setelah rambut kepalanya kembali tumbuh menutupi tato pesan rahasia.
Mengapa Histiaeus menggunakan cara demikian? Sebab, pelayan itu akan menempuh perjalanan kurang lebih 1568 mil, melewati 111 pos pemeriksaan di Royal Road” yang menghubungkan Susa sampai Sardis dengan waktu tempuh 98 hor.
Sesampainya di Miletus, pelayan budak itu menghadap Aristagoras menantu Histiaeus sekaligus menyampaikan pesan agar menyukur rambutnya. Maka tampaklah di sana sebuah pesan rahasia untuk MEMBERONTAK. Unik bukan. (Red)