Masjid Majasem atau Masjid Al Makmur di Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, memiliki pertalian erat dengan Kasunanan Surakarta. Masyarakat memercayai bahwa masjid tersebut dibangun para wali sehingga menjadi saksi penyebaran Islam di Kota Seribu Candi.
Datang ke masjid tertua ini tidaklah sulit, dari pusat Kota Klaten, ditempuh sekitar 13 menit menggunakan kendaraan bermotor. Nampaklah bangunan masjid saat memasuki gerbang Dukuh Majasem.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Majasem Sugimin menjelaskan, dulunya masjid ini adalah sebuah langgar, bernama Langgar Kalimasada yang dibangun para wali (penyebar agama Islam) pada tahun 1385 Masehi.
Namun, langgar sempat tidak terawat. Pada tahun 1780 Masehi, utusan dari Kraton Kartasura memugar langgar berukuran 10×10 meter persegi tersebut menjadi masjid.
Pada dinding masjid terpahat prasasti bertandatangan Raja Surakarta Paku Buwana XII. Dalam bahasa Jawa, prasasti tersebut menyebut Masjid Al-Makmur (Majasem) Masjid Perdikan Yasanipun Sampeyan Dalem ingkang Sinoehoen Kangjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono Ing Karaton Surakarta th. 1780 M, Katetepaken tgl 2 Mei 2003.
Persis di samping pintu utama masjid, ada sebuah prasasti bertuliskan Masjid Baitul Makmur 1385 M Majasem, tanggal 6 Januari 2001.
Sugimin menyebut sudah berusaha mencari bukti hingga ke Kraton Surakarta. Namun, bukti tertulis penanggalan telah musnah saat Perpustakaan Kraton Radya Pustaka terbakar.
“Setelahnya, ada sosok Pangeran Ngurawan dari Kartasura sebelum kraton pindah ke Surakarta yang diberikan hak perdikan (tanah bebas pajak) di sini. Kemudian membangun Langgar Kalimosada jadi Masjid Majasem. Kenapa disebut Majasem, karena dulu di sini dulu banyak tumbuh pohon Maja dan pohon Asem,” ungkapnya.
Menurut Sugimin, bangunan asli masjid hanya berukuran 10×10 meter persegi. Di dalamnya terdapat 16 tiang penyangga dari kayu, dengan umpak (pondasi) batu. Setelah zaman berkembang, dibangunlah bangunan tambahan berupa serambi dan pawestren (tempat ibadah khusus putri).
Sementara, di bagian barat masjid terdapat sebuah kompleks pemakaman kuno. Makam yang terdiri dari puluhan nisan itu, dipercaya sebagai tempat peristirahatan Pangeran Ngurawan dan keluarganya.
Masjid dan kompleks Makam Majasem telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Penetapan ini dilakukan pada 22 Juni 2010 dengan nomor SK Menteri PM.57/PW.007/MKP/2010.
Pada bulan Ramadan kegiatan keagamaan seperti Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan kegiatan berbuka bersama tetap diselenggarakan rutin di Masjid Majasem.
“Kami berharap masjid ini tetap dimakmurkan oleh generasi setelah kami,” imbuh Sugimin.
Ketua Komunitas Pecinta Cagar Budaya (KPCB) Klaten Wisnu Hendrata menyebut pemanfaatan Masjid Majasem sebagai salah satu bentuk pelestarian.
Selain itu, cerita yang berkembang di masyarakat dianggap sebagai salah satu bentuk daya tarik wisata.
“Kami juga mengajak agar pihak terkait melakukan studi lebih lanjut terkait tahun pasti pembangunan masjid. Agar menjadi sarana edukasi bagi generasi selanjutnya,” pungkas Wisnu. (Red)