Rasmono Sudarjo seniman kawakan Surabaya ini baru saja mendapat gelar fotografi prestasi dari Amerika dan berencana dalam waktu dekat menggelar pameran tunggal di Hotel Double Tree by Hilton Surabaya dan Resto Hallo Surabaya.
Tema yang diambil adalah ‘Surabaya’ sebagai rasa cintanya pada Kota Pahlawan. Rasmono mengatakan puluhan lukisan telah dipersiapkannya untuk pameran, berukuran kecil 40 cm x 60 cm, dan terbesar 4,5 x 1,5 m.
“Saya menampilkan bangunan bersejarah Kota Surabaya lengkap dengan kehidupan di masa lalu seperti dokar andong, mobil kuno, orang jualan dan sebagainya,” ujar Ketua Surabaya Art Society.
Rasmono lantas menunjukkan lukisan Gedung Balai Pemuda dengan Reog Ponorogo dan penari Remo. Rasmono mengakui sebelum melakukan pameran tunggal bertema Surabaya, ia sharing dengan Freddy H. Istanto dosen Universitas Ciputra yang memiliki kepedulian besar terhadap Heritage Surabaya.
“Saya juga melakukan pemotretan gedung-gedung bersejarah Surabaya dan mencari referensi foto-foto Surabaya Tempo dulu,” imbuh Rasmono yang mengaku diboyong pindah dari Palembang ke Surabaya oleh kedua orang tuanya kala masih bayi berusia 3 bulan dan menetap hingga kini.
Rasmono merasakan kehidupan Surabaya di tahun 1940 an. Saat mengabadikan dalam kanvas, ia mengaku teringat betul kehidupan dan keindahan Surabaya di masa lalu.
Saat ditanya mengapa mengangkat tema Surabaya, Rasmono menjelaskan bahwa dirinya memperhatikan Surabaya sudah sejak lama.
“Sambil bernostalgia masa lalu di Surabaya. Saya membuat satu set lukisan khusus Surabaya,” terangnya dan Gedung Siola paling favorit untuk dilukis baginya, karena bentuknya yang unik dan penuh sejarah.
Pameran tunggal Rasmono bakal digelar di Hotel Double Tree by Hilton Surabaya dan Resto Hallo Surabaya yang memiliki ornamen dan pernak pernik khas Surabaya. “Jadi klop karena di dua tempat itu sama sama mengangkat Surabaya,” imbuh anggota Dewan Etik Federasi Perkumpulan Seni Foto Seluruh Indonesia.
Rasmono tak hanya seniman lukis tapi juga seorang fotografer profesional. Bahkan, ia mendalami dunia fotografi sejak tahun 1972.
Di setiap perjalanan atau hunting foto, sepulangnya dibukukan. Rasmono telah membuat 10 buku tentang foto trip baik perjalanan di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia menyelesaikan bukunya hanya dalam waktu 3 Minggu saja.
Selama pandemi berlangsung, Rasmono banyak diundang mengikuti webinar dari komunitas fotografer di Malaysia, Singapura dan Amerika. Ia didapuk menjadi pembicara menerangkan tentang pemandangan dan budaya Indonesia yang menjadi inspirasi karya fotonya.
“Mereka sangat tertarik dan berencana akan datang ke Indonesia untuk hunting foto, tapi melihat kondisi pandemi bila sudah benar benar aman,” jelas Rasmono yang berprofesi sebagai notaris.
Rasmono memang banyak melakukan hunting foto di berbagai negara Asia dan memiliki jaringan Komunitas Fotografi di berbagai negara.
“Berteman dengan komunitas fotografer di manapun itu lebih tulus. Seperti saat saya ke China, Thailand, Malaysia, Singapura pasti menghubungi mereka yang menyambut baik kita,” ujar Rasmono yang meraih gelar Hon.F.NPC. , Hon.E.FPSI. , Hon. PSS. , Hon.F.SPAS. , Hon.F.PSM. , F.PSNY. , F.APU. , F.PVS. , SE.35mmPS, A.RPS. , A.PST. , A.BPA. , A.NCPA. , A.35mmPS. , A.HKCC. , A.PSEA. , SE.35mmPS. , EE.PSNY. , A.FPSI 4. , QPSA. , PSA 3.
Pada akhir wawancara, Rasmono mengatakan saat pembukaan pameran nanti jika lukisan laku akan disumbangkan di salah satu yayasan yang bernaung di Paguyuban Masyarakat Tionghoa Surabaya (PMTS). PMTS menaungi 60 yayasan/perkumpulan di Surabaya. (Red)