Nurhayati Nirmalasari salah satu produsen tempe bermerek Attempe menggunakan kedelai yang dikembangkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan)
Nurhayati merintis usahanya sejak tahun 2015. Awalnya ia menjalankan usaha bersama rekanan yang memproduksi tempe dari kedelai lokal maupun kedelai impor.
Seiring berjalannya waktu, Nurhayati membuka pabrik sendiri dan fokus menggunakan kedelai lokal. Ia memilih varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Biosoy yang didapat dari petani di Bantul dan wilayah sekitarnya.
Menurut Nurhayati, kedelai lokal tidak kalah dengan kedelai impor. Tempe yang dihasilkan dari kedelai lokal memiliki rendemen tempe yang lebih tinggi dan rasa yang lebih enak.
“Dari segi rendemen, satu kilo kedelai impor rendemen tempenya 1,3-1,5 kg, sedangkan satu kilo kedelai lokal menghasilkan tempe 1,5-1,7 kg. Dari segi rasa, tempe dari kedelai lokal juga lebih gurih dan enak. Terutama yang Anjasmoro ya, itu rasa tempenya lebih enak,” ungkap Nurhayati, Selasa (15/3/2022).
Saat ini, Nurhayati membutuhkan 100 kilogram kedelai per hari untuk diolah menjadi tempe dan tidak kesulitan untuk mendapatkan kedelai lokal dari petani sekitar maupun petani yang diberdayakan. Selain untuk produksi Attempe, kedelai dari petani binaan juga disiapkan untuk suplai ke perusahaan.
“Selama ini kita tidak kesulitan mendapatkan kedelai lokal. Kita ada petani binaan di Bantul dan beberapa wilayah sekitarnya untuk ketersediaan bahan baku tempe dan juga untuk memenuhi kuota penjualan 400 ton kedelai per tahun ke salah satu perusahaan multinasional,” terang Nurhayati.
Untuk produksi tempe, Nurhayati membuatnya dalam bentuk tempe segar maupun tempe instan yang dijual untuk wilayah sekitar bahkan ekspor. Nurhayati juga berinovasi menciptakan tempe dalam bentuk frozen maupun kaleng.
Tempe segar dipasarkan di Yogyakarta, Surabaya, dan Solo. Tempe instan dijual ke seluruh Indonesia berdasarkan sistem pesanan. Juga tempe instan ke Turki, Taiwan, dan Spanyol meskipun masih dalam jumlah kecil.
Balitbangtan melalui Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) telah melakukan perakitan varietas unggul kedelai. Dari 114 varietas kedelai di Indonesia, 72 persen atau sekitar 82 varietas merupakan rakitan pemulia kedelai Balitbangtan.
Peneliti Ahli Utama Balitkabi Dr. M. Muchlish Adie mengungkapkan bahwa varietas kedelai yang dihasilkan disesuaikan dengan agroekosistem Indonesia, sesuai dengan kebutuhan industri dan preferensi konsumen, serta bernilai gizi.
“Program perakitan varietas kedelai sudah mengarah untuk menghasilkan kedelai berbiji besar dengan berat 100 biji di atas 14 gram dan protein tinggi di atas 38 persen,” ungkapnya.
Agar hasil tanaman kedelai maksimal, Muchlish menganjurkan penanaman sesuai rekomendasi Balitbangtan untuk setiap agroekosistem.
Petani juga disarankan menerapkan pola tanaman kedelai dengan komoditas lain guna mengefisiensi penggunaan pupuk.
“Yang penting adalah pengelolaan tanaman, pemupukan, hingga penyiangan. Kami menganjurkan pola tanam misalnya padi-padi-kedelai atau padi-kedelai-bawang merah di mana kedelai dapat memanfaatkan sisa pupuk dari tanaman sebelumnya, sehingga kedelai tidak perlu dipupuk terlalu banyak,” ungkap Muchlish yang telah melepas 37 VUB kedelai.
Selain itu, Muchlish menilai pentingnya pascapanen kedelai untuk menghasilkan kedelai sesuai kebutuhan industri. Salah satunya proses sortasi untuk meningkatkan keseragaman kedelai serta memastikan kedelai dalam keadaan bersih.
Untuk itu, Balitbangtan melalui Balitkabi juga turut melakukan pendampingan kepada petani baik melalui diseminasi, bimbingan teknis, dan kegiatan lainnya.
Plt. Kepala Balitbangtan Prof. (R). Fadjry Djufry berharap berbagai varietas unggul dan pendampingan tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani dan memberi dampak positif bagi kehidupan mereka.
“Kita punya varietas kedelai Anjasmoro dan Grobogan yang jika diolah menjadi tempe memiliki rasa yang lebih gurih, warna yang lebih cerah, tidak mudah busuk, dan tahan lama,” ujarnya.
Hadirnya varietas unggul diharapkan dapat dimanfaatkan oleh petani, disukai oleh konsumen, dan dapat meningkatkan pendapatan petani,” harap Fadjry. (Red)