Kelompok tani (Poktan) Desa Sugihan, Kabupaten Tuban, berhasil membudidayakan Kelengkeng Kateki dengan tumpangsari tanaman cabai dan madu.
Lengkeng Kateki memiliki daging berwarna putih bening, tebal, biji kecil, kandungan air tidak terlalu tinggi sehingga menjadi favorit masyarakat.
Kateki merupakan varietas lengkeng yang dilepas Kementerian Pertanian, pada 2016. Lengkeng ini berasal dari Pohon Induk Tunggal (PIT) milik Samlawi di Dukuh Kateki, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sebelumnya lengkeng dikenal dengan nama New Kristal dan setelah dilepas diberi nama Kateki sesuai asal PIT.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi keberhasilan Poktan Desa Sugihan yang bisa dijadikan contoh desa-desa lainnya, untuk melakukan hal sama, dengan potensi yang dimiliki. Sehingga, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis desa.
“Tempat ini sudah dirintis menjadi desa wisata. Ini ada profit yang berlipat. Jadi kelengkengnya bisa hidup, berbuah, berproduksi, ada profit dari Kelengkeng. Ada profit dari tumpangsarinya,” ujarnya, Selasa (1/2/2022).
Gubernur Jatim mengikuti proses awal berdirinya kebun kelengkeng jenis Kateki merupakan varietas Kelengkeng terbaik dan marketnya luar biasa.
Dulu, lanjutnya sudah disiapkan off takernya (penjamin komoditas hasil kelompok tani), tapi masyarakat memilih datang langsung ke mari.
Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzki mengungkapkan agrowisata lengkeng sejalan dengan program Pemkab Tuban, yaitu satu desa satu produk unggulan. Melalui dinas terkait memberikan dukungan penuh terutama pendampingan untuk para petani.
“Dinas pertanian terus melakukan pendampingan kepada petani dan seperti perintah Ibu Gubernur, skema serupa akan kita coba di desa lainnya,” tutur Mas Bupati.
Kepala Desa Sugihan, Kecamatan Merakurak, Zito Warsito menjelaskan, total luas lahan tanam lengkeng di Desa Sugihan adalah 35 hektare dengan jumlah pohon sebanyak tiga ribu melibatkan 90 orang petani. “Kalau yang kita panen ini ada 25 hektare dengan jumlah 1000 pohon,” ucapnya.
Menurut Warsito, kelengkeng jenis kateki setiap bulannya selalu ada yang berbuah. Satu pohon memerlukan waktu 8 bulan untuk berbuah, tanpa mengenal musim.
Warsito mengungkapkan, awal budidaya kelengkeng pada tahun 2016 dan mulai membuahkan hasil di tahun 2018.
Berawal dari keresahan kelompok petani setempat yang merasa memiliki lahan tidak produktif jika datang musim kemarau, membuat mereka berinisiatif untuk mengajukan program ke Kementerian Pertanian.
“Jadi dari kementerian meminta kami untuk menyiapkan lahan 25 hektare, dan alhamdulillah di tahun kedua mulai berbunga dan akhirnya berbuah,” ungkap Warsito.
Untuk pemasaran, petani setempat mengandalkan media sosial. Tak berselang lama, banyak lembaga pendidikan hingga masyarakat lokal Kabupaten Tuban yang datang langsung ke kawasan perkebunan untuk membeli kelengkeng kateki produksi petani setempat. Bahkan tak jarang para petani sampai menolak permintaan pengunjung, karena stok lengkeng habis.
“Kami selalu pasarkan lewat sosial media, terus banyak yang tanya dan datang kesini. Selalu ramai saat panen, kadang malah kurang buahnya,” ucapnya.
Omzet satu pohon bisa mencapai Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Dalam satu pohon bisa memproduksi 50 hingga 60 kilogram dengan kisaran harga Rp 35 hingga Rp 40 ribu per kilogramnya.
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Wiyono mengatakan, omzet setiap panen sangat menjanjikan, dan selalu habis terjual hanya dari pembeli lokalan Tuban.
Adapun perawatan, Wiyono mengatakan pemberian pupuk dilakukan secara rutin 3 sampai 5 bulan sekali. “Untuk mendapatkan hasil buah yang maksimal, dilakukan perawatan berkala selama tiga bulan, berupa pemupukan harus diperhatikan, khususnya pupuk cair organik. Karena tanpa booster, pohon ini tidak berbunga, jadi harus dipancing,” ucapnya.
“Kami juga melakukan cutting atau mengambil buah-buah yang kecil agar buah yang sudah hampir masak bisa tumbuh lebih besar,” jelas Wiyono. Menurutnya, cara tersebut sangat mempengaruhi kualitas kelengkeng yang dihasilkan.
Kendala yang dihadapi Poktan adalah kelelawar. Sehingga, setiap petak kebun harus diselimuti dengan jaring agar terhindar dari hama malam hari. (Red)